Monday, May 12, 2008

many fragments from defragment

The Artist's are..


















During the process,

*Sharing and Discussion



















* Production













When The Exhibition

Galeri Publik, Menteng - Jakarta, Indonesia



Patung instalasi by Yunita Anggraini






Instalasi by Sudrajat









drawing on paper by Eko S. Bimantara









Book by Wawan Setiawan. Privatisasi Pendidikan, Keresahan Pendidikan Indonesia









Painting by Wahyudi

Monday, April 14, 2008

ARTIST'S TALK : defragment

PEMBERITAHUAN..

Kepada saudara - saudara, serta teman - teman sekalian..
dengan ini kami sampaikan pemberitahuan tentang pelaksanaan "Artist's Talk" atau presentasi artis mengenai gagasan serta karya nya kami majukan harinya..

yang tadinya tertulis pada hari Jum'at / tanggal 18 April 2008 pkl 14.00 WIB

maka,

kini menjadi hari Kamis / tanggal 17 April 2008 pkl. 14.00 WIB

atas kejadian ini kami mohon maaf sebesar - besarnya..

terimakasih,

fyi : 0813.11244.303 - gun
(021) 4786 9740 - serrum

Tuesday, April 1, 2008

Project_OR #5, : defragment


(click this image for view details)

defragment

..merangkai dan mengurutkan fragments ( baca : bagian – bagian ) sebagai upaya dalam menganalisis file yang berantakan untuk kemudian kembali dirapihkan menjadi satu kesatuan. Itulah makna dari defragment / disk defragment yang digunakan dalam istilah komputer. Dan kami mencoba memaknainya sebagai tajuk dalam pameran Project_OR #5 ini . “defragment” , mencoba merangkai dan mengurutkan bagian - bagian yang menjadi permasalahan dalam dunia pendidikan di Indonesia dalam satu kesatuan untuk kemudian bisa di analisis dan dapat menjadi referensi bagi masyarakat. Kenyataannya begitu banyak permasalahan dalam dunia pendidikan di Indonesia meliputi segala komponen pendidikan seperti masalah fasilitas sekolah, guru, murid, kurikulum serta sistem yang menjalankan pendidikan itu sendiri yang semuanya mengacu kepada mutu pendidikan.

Dalam hal ini para pameris mencoba menganalisis serta mengkritisi sistem pendidikan di Indonesia, kemudian mengapresiasikan dan merepresentasikannya lewat ide / gagasan dan karya visual.

1. Wahyudi “Wacil” - Sekolah Negeri VS Sekolah Swasta

Lewat karya lukis wacil mencoba mengangkat fenomena sekolah negeri dan sekolah swasta di jakarta. Masih menjadi pertanyaan mengapa harus ada sekolah negeri yang di miliki atau dikelola pemerintah dan sekolah swasta yang di kelola oleh yayasan atau bentuk kapitalis. Masyarakat, khususnya orang tua serta anak dihadirkan pada banyak pilihan dalam menentukan tempat untuk mengenyam pendidikan. Layaknya produk dagang semua berlomba menawarkan yang terbaik untuk jadi yang terbaik dan ingin dipilih oleh para konsumen. Tap kemudian sekolah swasta banyak dianggap menjadi sekolah favorit dan unggulan dibandingkan sekolah negeri. Sehingga menimbulkan rasa iri para guru bahkan para murid terhadap sekolah swasta.

Dan yang menarik adalah banyak anggapan bahwa pemerintah tidak percaya dengan ‘produknya’ sendiri, yaitu sekolah negeri. Karena kenyataanya bahwa para orang yang yang ada di Diknas lebih memilih memasukan anak - anaknya kedalam sekolah swasta ketimbang sekolah negeri yang notabene adalah buatan mereka orang pemerintahan. Sehingga memunculkan anggapan sekolah swasta lebih baik ketimbang sekolah negeri, sekolah swasta lebih berkelas dan dapat mengangkat derajat seseorang. Pendidikan kini menjadi kebutuhan atas dasar gengsi para orang tua bahkan si anak. Atau ada alasan lain dari orang tua dengan memasukan anaknya kesekolah swasta, adalah sekolah swasta memiliki kurikulum atau metode pembelajaran yang lebih baik dari sekolah negeri, yang menggunakan atau mengembangkan kurikulum dari luar negeri. Sehingga ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan di indonesia memang masih kurang baik dengan negara lain.


2. Yuanita “Nita” – Menjejalkan anak dengan pendidikan

Melalui karya patung instalasi Nita mencoba mengangkat isu bobot pendidikan di indonesia ternyata terlalu banyak dibandingkan negara lain. Disebutkan bahwa bobot pendidikan bagi anak - anak di Indonesia adalah 1000 jam / tahunnya dibandingkan dengan negara lain yang hanya 900 jam / tahunnya. Kemudian apakah terus menjadi baik keadaan ini, dengan menambah bobot pendidikan untuk anak ? Kenyataannya mutu pendidikan di Indonesia masihlah rendah.

Semakin banyaknya bobot atau beban pendidikan bagi anak, maka semakin banyak pula waktu pelajarannya, dan banyak pula buku pedoman / paket yang dimiliki anak. Fenomena buku paket memang sudah ada sejak dulu, dimana ganti menteri pendidikan / kepala diknas, pasti ganti juga buku paketnya. Hal ini dirasakan membebankan buat orang tua juga anak, karena ini menjadi kebutuhan yang wajib bagi anak. Belum lagi buku – buku tambahan yang harus dimiliki anak. Dan semua buku – buku ini harus mereka hafal dan gunakan dalam mengikuti pelajaran.


3. Eko S. Bimantara “Eko” – Fenomena Ruang Pembelajaran

Mencoba menvisualisasikan situasi kondisi atau keadaan ruang kelas dimana sedang terjadi proses pembelajaran di kampus lewat karya drawing. Dimana seharusnya ada dosen yang sedang mengajar, dan mahasiswa memperhatikan. Tetapi kenyataannya adalah dosen mengajar dan mahasiswa tidak memperhatikan sama sekali. Keadaan seperti ini kerap terjadi di setiap kelas dimana sedang berlangsung proses pembelajaran. Eko mencoba memaparkan hasil temuannya / riset kecil kenapa hal ini bisa terjadi.

Keadaan sepeti ini tidak dapat sepenuhnya menjadi kesalahan murid. Akan tetapi dosen harus bisa bersikap arif dan mau introspeksi diri, serta menghilangkan sikap feodalisme yang telah tertanam dalam diri sejak dulu. Keadaan seperti ini bisa terjadi mungkin karena dosennya yang kurang semangat mengajar, dosen tidak menguasai materi dengan baik, proses penyampaian materi yang monoton dan hanya menggunakan sistem ceramah, atau dosen tidak dapat menangani kelas dengan baik, sehingga suasana kelas tidak kondusif dan anak bebas untuk ngobrol yang pada akhirnya tidak memperhatikan dosen. Dosen sebagai ‘guru’ / pendidik yang berada di depan kelas sangat berperan dalam membimbing murid – muridya menjadi lebih baik. Oleh karenanya dosen harus memiliki kompetensi dalam mengajar.


4. Sudrajat “Ajat” – Home Schooling

Lewat karya instalasi Ajat mencoba mengangkat fenomena Home Schooling yang sekarang menjadi trend para orang tua dalam memberikan pendidikan bagi anak – anaknya. Pada dasarnya Home schooling adalah mengadakan kegiatan belajar / proses pendidikan di rumah, dengan men-setting salah satu ruangan dirumah menjadi layaknya kelas di sekolah atau mungkin lebih nyaman di gunakan anak dalam menyerap ilmu / materi pelajaran. Home schooling menjadi pilihan para orang tua dalam menyelenggarakan proses pembelajaran / pendidikan bagi para anak di rumah. Home schooling bisa dikatakan sebagai ‘penawar’ dari kegelisahan para orang tua terhadap sistem pendidikan di Indonesia, proses pendidikan / pembelajaran / metode yang dilakukan di sekolah, lingkungan pendidikan / sekolah yang kerap dikatakan dapat sangat dengan mudah mengubah prilaku anak, dan mutu pendidikan di Indonesia yang kurang / rendah.

Didalam home schooling para orang tua dapat ikut andil didalam proses pembelajaran, ikut berperan dalam pembentukan kualitas si anak atau dalam menerima pelajaran / materi. Memantau perkembangan anak, serta proses belajar dari dekat. Tindakan ini diambil mungkin para orang tua beranggapan bahwa mereka sendiri (baca: orang tua) dapat menjadi guru yang lebih baik bagi anak – anaknya sendiri ketimbang guru yang ada sekarang disekolah – sekolah. Atas dasar memberikan yang terbaik bagi anak.

Akan tetapi bagaimana dengan proses interaksi anak dengan teman – teman sebayanya. Proses interaksi serta bersosialisasi yang terhambat menyebabkan anak dapat minder atau mengalami ketertelatan dalam mengenal dunia luar, dunia permainan dengan teman – temannya. Berbeda dengan anak – anak lain yang belajar di sekolah dapat bermain dengan riangnya bersama teman – temannya. Bukankah interaksi dengan lingkungan merupakan proses belajar juga ?


5. Wawan Setiawan “Akew” – Privatisasi Pendidikan

Lewat tulisan Akew mencoba memaparkan privatisasi pendidikan menurut temunannya. Pendidikan pada hakikatnya adalah sebuah upaya konstruktif kebudayaan, oleh karena itu penyelenggaraan pendidikan harus mendapat dukungan dan prioritas utama oleh pemerintah. upaya tersebut mengacu pada kebutuhan masyarakat sebagai warga negara. pelaksanaan pendidikan dan penerapan sistem pendidikan dilakukan berdasarkan undang negara yang berlaku dan di atur secara detail oleh peraturan-peraturan pemerintah.

Pelaksanaan pendidikan tersebut harus mempertimbangkan aspek-aspek yang mempengaruhi terlaksananya pendidikan secara baik dan tepat, baik aspek sosial, aspek ekonomi, aspek politik, aspek budaya, dan lainnya.

Strategi pelaksanaan merupakan rumusan operasional yang akan berkenaan langsung dengan kondisi lapangan yang sesungguhnya, oleh karena itu dalam proses pendidikan diperlukan pertimbangan yang matang dan melibatkan banyak faktor seperti faktor sosiogeografis, ekonomi, budaya dan pola pikir, dan mentalitas.

Lembaga pendidikan merupakan tempat berlangsungnya prosespendidikan secara langsung kepada masyarakan atau peserta didik. Badan ini membutuhkan fasilitas dan ruang kerja dengan perlakuan tersendiri berkaitan dengan orientasi kinerjanya, regulasi yang di keluarkan oleh pemerintah harus mampu memberikan dukungan terhadap lembaga pendidikan tersebut. Otonomi yang dimiliki oleh lembaga pendidikan tersebut mengacu pada orientasi dan tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumahtangga lembaga pendidikan tersebut, dan mendapat pengawasan dari masyarakat, praktisi, dan pemerintah.

Sebuah badan pendidikan yang di miliki oleh negara menggunakan dana yang di ambil dari masyarakat dan harus dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.

Badan pendidikan yang dimiliki oleh swasta memiliki dana dari pemilik badan tersebut dan merupakan sebuah badan atau lembaga privat yang memiliki otonomi secara penuh mengenai pengelolaan dana tersebut, tetapi tetap harus memiliki orientasi yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Lembaga pendidikan swasta tersebut tetap akan mendapat pengawasan dari masyarakat sebagai bagian dari sumber pemberi dana, dan diawasi juga oleh pemerintah dalam hal pelaksanaan kegiatannya.

Kondisi otonomi pendidikan di indonesia masih merupakan kendala dalam persujudannya, hal ini disebabkan oleh faktor kesiapan dan mentalitas para pelaksana pendidikan, dan juga oleh kondisi sosial masyarakat indonesia. privatisasi adalah wacana yang terus di perdebatkan oleh banyak pemerhati pendidikan dan pemerhati sosial.

Monday, March 24, 2008

Project_OR #5

..this project will be coming soon, April 2008

Pada Project_OR kali ini ( baca : Project_OR # 5 ) mengangkat tema pendidikan secara global di Indonesia. Mencoba mengkritisi sistem pendidikan yang ada dengan melihat kepada arah mutu pendidikan itu sendiri dengan komponen didalamnya. Bagaimana peranan pendidikan dalam menentukan kemajuan suatu bangsa.

DIharapkan ini dapat menjadi tema yang menarik untuk Project kali ini. Dikatakan bahwa mutu pendidikan menentukan keberhasilan suatu kaum atau negara. Negara yang maju maka mutu pendidikannya baik / tinggi, sedangkan sebaliknya negara yang terpuruk sudah pasti memiliki mutu pendidikan yang rendah. Segala sistem dan perangkat yang ada didalamnya tidaklah baik. Membahas kepada sistem yang dibuat dan ditetapkan pemerintah, sekolah sebagai pemegang kebijakan, para guru yang memegan peranan serta sangat berperan didalam proses pembelajaran dan para murid yang terkadang menjadi kambing hitam dari rendahnya mutu pendidikan.

Bagaimana dengan di Indonesia sendiri. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa mutu pendidikan di Tanah Air sampai saat ini masih rendah. Cukup banyak bukti yang dapat digunakan untuk mendukung kesimpulan itu. Rata-rata hasil ujian akhir nasional, ujian akhir sekolah--atau apa pun namanya--untuk semua mata pelajaran berkisar pada rentangan 5 sampai 7 saja

Segera muncul pertanyaan, mengapa kualitas pendidikan di Indonesia rendah? Pertanyaan itu sebenarnya juga telah menjadi pertanyaan umum dan klasik di tengah masyarakat. Apakah lantas menjadi kesalahan murid yang malas belajar. Sangatlah bodoh jika terus kita menyalahkan para murid tanpa mau berkaca dan melihat siapa yang sebenarnya memegang peranan dalam proses pembelajaran ini.

Guru dikatakan menjadi penyebab dari rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, Ini akibat dari rendahnya kualitas / kompetensi mereka dalam mengajar. Disisi lain masih banyak para guru yang menyalahkan murid karena malas belajar, susah diatur dan tidak mau menurut apa kata orang tua. Sebuah bentuk feodalisme yang masih mengakar sampai sekarang. Tak sedikit juga para guru menyalahkan sistem yang ada, sistem yang berlaku didalam proses pembelajaran yang merupakan kebijakan dan aturan main pemerintah dan lembaga terkait.

Peranan sekolah juga sangatlah besar didalam hal ini, Sekolah sebagai tempat / fasilitas para murid harusnya dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menjamin para muridnya untuk bisa. Bukannya seperti itu konsepsi dari pendidikan, yaitu mendidik anak dari tidak bisa menjadi bisa. Selain itu sekolah yang mempunyai kewenangan dan kebijakan dalam menentukan guru - guru berkualitas dan kompeten sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran.

Lalu murid menyalahkan siapa? Apakah selamanya akan menjadi objek pelampiasan kegagalan sistem dan mutu pendidikan. Jika ditanya sudah pasti

mereka menyalahkan para guru yang ‘ga bener’ dalam menyampaikan materi. Sudah selalu disalahkan para murid masih harus ketakutan dalam menghadapi Ujian Nasional ( UN ) yang aturan mainnya_standarisasinya yang terus berubah. Mereka terus dibayang – bayangi perasaan tidak lulus, sehingga tidak dapat meneruskan pendidikan ke Perguruan Tinggi.

Ini sudah menjadi fenomena dan berkembang dimasyarakat dan sudah menjadi pengetahuan umum. Intinya mutu pendidikan di Indonesia adalah rendah. Lalu mengapa mutu pendidikan kita rendah? Seribu macam jawabnya untuk pertanyaan tersebut. DIantaranya adalah mutu pendidikan rendah dikarenakan gaji guru rendah. Karena gaji guru rendah, generasi muda yang tertarik menjadi calon guru umumnya bukan calon-calon terbaik. Calon-calon terbaik akan bersekolah di sekolah lanjutan tingkat atas favorit atau berkuliah di jurusan favorit, misalnya kedokteran, teknik, hubungan internasional, atau lainnya.

Salah satu fenomena tersebut juga tak dapat di pungkiri dalam dunia pendidikan kita, Dan masih banyak lagi disamping kualitas dan kompetensi guru yang harus di perhatikan dan diperbaiki.

Melalui hal ini kami mencoba mengetengahkan isu dan fenomena tersebut menjadi sebuah wacana dalam berkesenian. Dengan menitik beratkan pada proses riset – diskusi – berkarya diharapkan Project ini dapat ‘mendokumentasikan’ fenomena yang sedang terjadi, serta meilhat dari kacamata para guru. Besar harapan kami hasil Project ini dapat berimplikasi pada terwujudnya mutu pendidikan yang lebih baik di Indonesia umunya dan Jakarta khususnya.